Berawal dari ramainya perdebatan orang mengenail lagu "Aisyah Istri Rasulullah" saya baca tulisan-tulisan dan komentar terharap lagu tersebut. Sebagian orang menyatakan suka, sebagian lagi menyatakan kontra, tidak suka dengan lirik syairnya, dan sebagian lebih tegas lagi menyatakan, meski liriknya bagus, tetap saja, bila memakai musik, mendengarkannya termasuk dosa, berdasarkan hadits Nabi Sollallahu Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, "Akan datang dari ummatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutra, khamr, dan alat musik."
Terhadap perdebatan itu, beberapa orang merasa tidak nyaman. Mereka meminta supaya mengakhiri saja. Tapi menurut saya, perdebatan itu, antara yang pro, kontra dan sangat kontra, justru bagus, membuka wawasan. Daripada membaca tulisan yang hanya menimbulkan halusinasi, melamun, dan mengingat hal-hal yang membangkitkan syahwat, lebih baik membaca sesuatu yang membuat kita semakin penasaran terhadap ilmu agama.
Sebab yang saya rasakan, menyimak perdebatan tentang lagu "Aisyah Istri Rasulullah Itu" membuat saya semakin kepo dan tersulut semangat buat membaca lebih banyak lagi ilmu agama. Dalam perdebatan tentang halal dan haramnya alat musik, saya pernah membaca komentar dari seseorang, bahwa hukum alat musik itu berbeda pendapat di antara para ulama. Sebagian mengharamkan, sebagian lagi menghalalkan. Imam Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali sepakat hukum alat musik itu haram, terus siapa yang memfatwakan halal?
Imam Ibnu Hazm, beliaulah orangnya yang memfatwakan musik itu halal. Beliau seorang ulama besar dari Andalusia, yang telah menulis kitab fiqih berjudul Al-Muhalla. Kitab yang sangat tebal, berjilid-jilid, dan belum selesai ditulis karena beliau keburu meninggal dunia. Dalam kitabnya inilah beliau menyebut hadits haramnya alat musik yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di atas itu munqathi alias terputus sanadnya, yang karenanya, tak bisa dijadikan dasar hukum untuk sebuah pengharaman.
Terhadap pendapatnya itu, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Tahdzibus Sunan, sebuah kitab yang menjelaskan Kitab Hadits Sunan Abu Dawud, membantah perkataan Ibnu Hazm tentang terputusnya hadits tersebut. Ibnul Qayyim katakan, pendapat Ibnu Hazm itu keliru berdasarkan enam alasan. Apa saja alasan tersebut, baca sendiri saja dalam kitab yang saya sebutkan di atas. Saya mencoba membaca dan memahaminya pada artikel yang bersebaran di internet, tapi agak kesulitan memahaminya. Kalau banyak waktu, coba saja Anda baca sendiri, siapa tahu otak Anda lebih encer dan lebih mudah memahaminya.
Mengenai haramnya alat musik, saya sudah mendengar hal ini sejak kecil, sejak masih mengaji di madrasah kampung, di atas karpet berdebu dan bau karena sering kehujanan akibat genting bocor. Guru ngaji saya menerangkan haramnya alat musik itu dari kitab Sulamut Taufiq, di mana antara lain di dalamnya terdapat beberapa bab yang membahas berbagai jenis dosa. Antara lain, mendengarkan alat musik termasuk dosa telinga. Tapi jangan pernah bertanya apa pendapat saya tentang hukum musik ini. Dua alasannya. Pertama, siapalah saya sampai kamu jadikan tempat bertanya segala. Kedua, karena kalau bertanya, kamu hanya akan mendapatkan jawaban membingungkan. Kenapa? karena jika ditanya apa hukumnya musik, saya akan mengatakan musik itu hukumnya haram, tapi kelakuan sendiri bertantangan dengan apa yang saya katakan. Lagu trending "Aisyah Istri Rasulullah" di YouTube itu saya menikmati juga. Versi Syakir Daulay saya download malah. Versi Aviwkila, yang suaminya main gitar dan istrinya bernyanyi itu mendengarkan juga, berkali-kali malah, medu banget soalnya.
Saya ini jenis orang yang suka ngomong A, tapi kelakuan B. Semangat membicarakan agama, tapi berbuat dosa lancar juga. Ngomong kepada orang lain mari bersatu, jauhi perselisihan pendapat, tapi diri sendiri senang mencela pendapat orang dan berdebat dengan mereka. Saya ini jenis orang yang menggunakan ilmu bukan buat memperbaiki diri, tapi lebih banyak digunakan buat menyalahkan orang lain dan membongkar keburukan-keburukannya meskipun sebenarnya mereka punya banyak kebaikan. Ilmu itu pun sering saya gunakan buat membela diri sendiri dan memamerkan kebaikan-kebaikannya meskipun sebenarnya diri ini punya banyak sekali keburukan. Dengan alasan ketidaksingkrotan itulah, maka pendapat saya sangat tidak layak anda tanyakan apalagi Anda ikuti.
Para ulama, salafus shalih, yang ilmu pengetahuannya membuat mereka takut kepada Allah, pendapat merekalah yang sangat harus kamu dengarkan.
Terhadap perdebatan itu, beberapa orang merasa tidak nyaman. Mereka meminta supaya mengakhiri saja. Tapi menurut saya, perdebatan itu, antara yang pro, kontra dan sangat kontra, justru bagus, membuka wawasan. Daripada membaca tulisan yang hanya menimbulkan halusinasi, melamun, dan mengingat hal-hal yang membangkitkan syahwat, lebih baik membaca sesuatu yang membuat kita semakin penasaran terhadap ilmu agama.
Sebab yang saya rasakan, menyimak perdebatan tentang lagu "Aisyah Istri Rasulullah Itu" membuat saya semakin kepo dan tersulut semangat buat membaca lebih banyak lagi ilmu agama. Dalam perdebatan tentang halal dan haramnya alat musik, saya pernah membaca komentar dari seseorang, bahwa hukum alat musik itu berbeda pendapat di antara para ulama. Sebagian mengharamkan, sebagian lagi menghalalkan. Imam Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali sepakat hukum alat musik itu haram, terus siapa yang memfatwakan halal?
Imam Ibnu Hazm, beliaulah orangnya yang memfatwakan musik itu halal. Beliau seorang ulama besar dari Andalusia, yang telah menulis kitab fiqih berjudul Al-Muhalla. Kitab yang sangat tebal, berjilid-jilid, dan belum selesai ditulis karena beliau keburu meninggal dunia. Dalam kitabnya inilah beliau menyebut hadits haramnya alat musik yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di atas itu munqathi alias terputus sanadnya, yang karenanya, tak bisa dijadikan dasar hukum untuk sebuah pengharaman.
Terhadap pendapatnya itu, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Tahdzibus Sunan, sebuah kitab yang menjelaskan Kitab Hadits Sunan Abu Dawud, membantah perkataan Ibnu Hazm tentang terputusnya hadits tersebut. Ibnul Qayyim katakan, pendapat Ibnu Hazm itu keliru berdasarkan enam alasan. Apa saja alasan tersebut, baca sendiri saja dalam kitab yang saya sebutkan di atas. Saya mencoba membaca dan memahaminya pada artikel yang bersebaran di internet, tapi agak kesulitan memahaminya. Kalau banyak waktu, coba saja Anda baca sendiri, siapa tahu otak Anda lebih encer dan lebih mudah memahaminya.
Mengenai haramnya alat musik, saya sudah mendengar hal ini sejak kecil, sejak masih mengaji di madrasah kampung, di atas karpet berdebu dan bau karena sering kehujanan akibat genting bocor. Guru ngaji saya menerangkan haramnya alat musik itu dari kitab Sulamut Taufiq, di mana antara lain di dalamnya terdapat beberapa bab yang membahas berbagai jenis dosa. Antara lain, mendengarkan alat musik termasuk dosa telinga. Tapi jangan pernah bertanya apa pendapat saya tentang hukum musik ini. Dua alasannya. Pertama, siapalah saya sampai kamu jadikan tempat bertanya segala. Kedua, karena kalau bertanya, kamu hanya akan mendapatkan jawaban membingungkan. Kenapa? karena jika ditanya apa hukumnya musik, saya akan mengatakan musik itu hukumnya haram, tapi kelakuan sendiri bertantangan dengan apa yang saya katakan. Lagu trending "Aisyah Istri Rasulullah" di YouTube itu saya menikmati juga. Versi Syakir Daulay saya download malah. Versi Aviwkila, yang suaminya main gitar dan istrinya bernyanyi itu mendengarkan juga, berkali-kali malah, medu banget soalnya.
Saya ini jenis orang yang suka ngomong A, tapi kelakuan B. Semangat membicarakan agama, tapi berbuat dosa lancar juga. Ngomong kepada orang lain mari bersatu, jauhi perselisihan pendapat, tapi diri sendiri senang mencela pendapat orang dan berdebat dengan mereka. Saya ini jenis orang yang menggunakan ilmu bukan buat memperbaiki diri, tapi lebih banyak digunakan buat menyalahkan orang lain dan membongkar keburukan-keburukannya meskipun sebenarnya mereka punya banyak kebaikan. Ilmu itu pun sering saya gunakan buat membela diri sendiri dan memamerkan kebaikan-kebaikannya meskipun sebenarnya diri ini punya banyak sekali keburukan. Dengan alasan ketidaksingkrotan itulah, maka pendapat saya sangat tidak layak anda tanyakan apalagi Anda ikuti.
Para ulama, salafus shalih, yang ilmu pengetahuannya membuat mereka takut kepada Allah, pendapat merekalah yang sangat harus kamu dengarkan.
