Pa, tulisan panjang ini adalah ucapan terima kasih saya kepada Bapak yang telah mengajak saya ke Bali, dan hal paling mengesankan saat di sana buat saya adalah, saat di kopdar bersama para penulisa, Bapak berbagi ide tentang cara menulis dengan AI.
Dan ternyata ide yang bapak share itu sangat berharga.
Menulis novel dengan AI ini cocok buat penulis yang malas seperti saya. Penulis yang ingin berkarya tetapi tidak mau memeras otak untuk memikirkan susunan bahasa, yang tidak mau memeras otak untuk memeriksa kata demi kata untuk menemukan salah tulisnya.
Sempat saya baca di salah satu promo Pak Isa untuk kelas menulis dengan AI yang bapak adakan. Dalam salah satu teksnya bapak menyampaikan bahwa menulis dengan Ai adalah kesempatan buat naik kelas.
Ya memang benar, penulisan novel dengan AI bisa membuat teks yang dihasilkan lebih berkelas. Teks novel yang saya coba buat dengan AI meski saya tidak merasa banga dan tidak berani megakuinya sebagai karyas aya sendiri, tapi komentar yang datang dari orang orang mereka suka dengan ungkapan ungkapannya.
***
Sejak dulu saya senang membaca, dan jarang bisa menamatkan sebuah buku melainkan jika buku itu sebuah novel, terutama bila kisahnya memikat, reletable dengan kehidupan saya, dan penasaran bagaimana kesudahan ceritanya.
Nah dari membaca itu, seringkali pikiran saya terpantik sebuah inspirasi untuk menulis novel juga. Kadang saya sudah mulai menulis satu dua lembar, tapi setelah itu ya sudah, seakan tidak punya energi lagi buat meneruskannya sampai tamat. Pernah beberapa kali coba saya teruskan menulis sebuah novel yang saya garap sampai tamat, tapi hasilnya mengecewakan. Novel itu malah seperti kumpulan cerita dengan berbagai fokus yang berbeda beda, tidak ada perkembangan karakter yang signifikan, malah seperti bunga rampai. Intinya novel yang saya coba hasilkan dengan memaksakan diri, tidak menjadi sebuah novel dengan kriteria kelayakan sebuah novel. Bahkan sesuai dengan kriteria minimal syarat sah sebuah novel pun tidak.
Sekarang novel-novel itu mangkrak, sebagian hilang entah ke mana, sebagian lagi tertinggal di buku tulis sebagai catatan-catatan cerita yang tak selesai karena sudah kehilangan energi lagi untuk meneruskannya. Hilang tertimbun oleh ide lain yang juga ingin saya garap. Begitulah, saya memang hidup dengan kebanyakan ide, tapi minim eksekusi.
Dan kedatangan AI menjadi solusi besar buat saya. Sebagai orang yang hanya berbakat mengeluarkan ide minim eksekusi, sekarang ada Ai yang akan mengeksekusinya. Bakat saya yang hanya bisa mengawali novel tapi berat menyelesaikannya, sekarang ada AI yang siap menyelesaikan.
AI telah dilatih dengan berbagai macam gaya bahasa, baik bahasa penulisan artikel atau penulisan cerita, dan sekarang dia telah tampil ke publik siap membantu kita menuangkan berbagai ide cerita dengan penyajian bahasa yang telah dipelajarinya.
***
Pak Isa menyarankan, sebuah novel akan sukses berdasarkan momentum. Dan bila di sosial media sedang ramai sesutu berarti kita bisa menulis berdasarkan tema itu.
Tapi menulis mendadak saat kejadian viral itu seberapa bisa menulis cepat. belum menyelesaikan per bab, belum mengedit. Nah AI sekarang bisa nmenjadi solusi. tinggal serahkna berbagai faktanya ke AI, dann suruh dia membuat outlinenya, kita baca outlinenya, ubah yang gak sesuai, dan akhirnya dia bisa mengeksekusinya dengan cepat menjadi novel!
***
Lalu, saya sekarang punya sebuah pemikiran Pak. Tapi tidak kepada banyak orang hal ini bisa saya sampaikan. Kepada beberapa orang saja, dan bapak adalah di antaranya.
Saya berpikir, orang yang ingin menjadi penulis novel dan terang-terangan sangat anti terhadap AI dalam proses penulisan novelnya, apalagi sambil mencela orang lain yang menggunakannya, pada akhirnya penulis semacam ini akan termakan omongannya sendiri.
Dia akan menderita karena omongannya sendiri, dan masa depan kepenulisannya akan mengalami dua kemungkinan: pertama, dia akan menyerah, berhenti menghasilkan novel, karena lelah harus terus menerus produktif menulis dengan jari dan pikirannya sendiri. Kemungkinan kedua, dia akan terus menghasilkan novel tapi diam-diam tulisan itu dia hasilkan dengan bantuan AI, tapi dia malu mengakuinya dan terpaksa berusaha sebisa mungkin supaya tulisannya tidak seperti dihasilkan oleh AI karena sudah terlanjur terang-terangan anti AI dan merendahkan penulis yang berkarya dengan bantuan AI.
Orang ini antara lain:
Saya sendiri, mendingan terang-terangan menyatakan diri sebagai penulis yang menggunakan AI. Jadi tidak perlu takut ketahuan novel saya pake AI atau bukan. Bila mereka bilang, ah ini pake AI, tinggal saya ketawa, 'Lha saya sendiri sudah bilang penulisan novel ini pake AI.'
***
Dengan menulis pake AI, saya ingin tahu sejauh mana AI bisa mengerjakan sebuah cerita, semaksimalnya AI menulis itu sampai mana? Kemampuan maksimalnya itu seperti apa?



