Bab 13: Ujian Profesionalisme
Dua minggu setelah percakapan terakhir dengan Luna, proyek Rio dengan startup teknologi semakin menantang. Klien yang ia hadapi, seorang manajer produk bernama Bapak Haris, terkenal dengan tuntutannya yang tidak masuk akal dan perubahan ide yang mendadak. Rio, yang sudah terbiasa dengan drama dan ketidakpastian dalam hubungannya, kini dihadapkan pada hal yang sama dalam lingkungan profesional.
Ponselnya berdering pada pukul 23.00, menampilkan nama Bapak Haris. Dulu, Rio akan langsung mengangkatnya, siap mendengarkan setiap permintaan di luar jam kerja. Tapi kini, ia hanya menatap layar ponselnya, menunggu panggilan itu berhenti. Ia teringat kembali pada malam-malam tanpa tidur yang ia habiskan untuk Adrian, Sarah, Damar, dan Kevin. Ia tidak akan lagi membiarkan pekerjaan menginvasi kehidupan pribadinya. Ia membalas dengan pesan singkat: Maaf, Pak. Saya akan membalas pesan Bapak besok pagi.
Pagi berikutnya, Rio menemukan lima pesan dan dua panggilan tak terjawab dari Bapak Haris. Pesan-pesan itu berbunyi, Rio, penting! Ada perubahan konsep. Ini harus selesai besok. dan Saya butuh ini segera. Ini proyek besar.
Rio mengambil napas dalam-dalam. Ia tahu apa yang akan terjadi jika ia tidak menetapkan batasan. Klien ini akan menganggapnya sebagai "teman yang selalu siap," dan ia akan terjebak dalam lingkaran yang sama. Ia memutuskan untuk menelepon Bapak Haris.
"Halo, Pak Haris," sapa Rio dengan nada profesional. "Maaf, semalam saya sudah istirahat. Ada yang bisa saya bantu?"
Bapak Haris langsung menyembur. "Kenapa kamu nggak angkat telepon saya, Rio? Saya sudah bilang ini penting! Sekarang kita harus ubah semua konsep yang sudah kita sepakati. Saya mau kamu buat yang baru, dalam 24 jam."
Dulu, Rio akan panik dan setuju. Ia akan bekerja tanpa tidur untuk memenuhi permintaan itu, berharap pujian atau penghargaan. Tapi kini, ia tidak melakukannya. Ia dengan tenang menjelaskan, "Pak, kita punya kontrak. Perubahan mendadak seperti ini membutuhkan diskusi, dan juga waktu. Saya tidak bisa menyelesaikan ini dalam 24 jam tanpa mengorbankan kualitas. Saya sarankan kita bertemu siang ini untuk membahas perubahan ini lebih detail."
Bapak Haris terdiam sejenak, terkejut dengan jawaban Rio. "Kamu kenapa jadi begini, sih, Rio? Kamu kan biasanya selalu bisa diandalkan!"
"Saya selalu bisa diandalkan, Pak," jawab Rio dengan tenang. "Tapi saya bekerja dengan standar yang tinggi. Saya tidak akan mengorbankan kualitas demi kecepatan. Jika Bapak setuju, kita bisa bahas ulang jadwalnya. Jika tidak... saya harus jujur, saya tidak bisa melanjutkan."
Kata-kata itu adalah hal yang tidak pernah ia bayangkan akan ia ucapkan. Ada sedikit getaran dalam suaranya, tetapi ia berhasil menahannya. Ini adalah sebuah pertaruhan. Ia bisa kehilangan proyek ini. Tetapi, ia tidak peduli. Ia lebih memilih kehilangan proyek daripada kehilangan dirinya sendiri.
Hening sejenak. Akhirnya, Bapak Haris berkata, "Baik, Rio. Kita bertemu siang ini. Jam 2. Jangan telat."
Rio menutup teleponnya, dan ia menyandarkan punggungnya ke kursi. Ia merasa tegang, tetapi juga lega. Ia telah berhasil menetapkan batasan. Ia telah berani berkata "tidak" tanpa perlu merasa bersalah. Ini adalah ujian pertamanya di dunia profesional, dan ia berhasil melewatinya.
Pertemuan siang itu berjalan dengan lancar. Rio dengan profesional mempresentasikan alasan di balik setiap keputusannya, menjelaskan mengapa perubahan mendadak akan merusak konsep yang sudah ada. Bapak Haris, yang awalnya terlihat marah, akhirnya mengalah. Ia melihat ketegasan dan profesionalisme yang Rio tunjukkan. Mereka akhirnya menemukan jalan tengah, dan proyek pun bisa dilanjutkan.
Pulang dari pertemuan, Rio merasa bangga. Ia tidak mengorbankan dirinya, tidak mengorbankan waktu, dan tidak mengorbankan kualitas. Ia telah membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa ia bisa berhasil tanpa harus menjadi "pembantu" yang siap sedia.
Di malam hari, ia mengirim pesan ke Luna. Proyeknya lancar. Kliennya sulit, tapi aku berhasil meyakinkan dia. Rasanya lega banget.
Balasan Luna datang beberapa menit kemudian. Aku tahu kamu bisa. Kamu lebih kuat dari yang kamu kira.
Rio tersenyum. Ia tahu, kata-kata Luna tulus. Tidak ada agenda tersembunyi, tidak ada pujian yang berlebihan. Hanya ada dukungan yang tulus. Ia tidak lagi merasa sendiri dalam pertempuran ini. Ia memiliki fondasi baru, dan ia siap menghadapi badai apa pun yang datang.
