Bab 17: Lingkaran Baru
Setelah penolakan tegas terhadap Damar, sebuah rasa damai yang mendalam menyelimuti Rio. Ia menyadari bahwa ia tidak lagi memiliki beban untuk memuaskan orang lain. Telepon yang tidak terjawab, pesan yang tidak dibalas—semuanya kini terasa seperti kemenangan kecil, bukan lagi kegagalan dalam menjaga hubungan. Fokusnya kembali penuh pada pekerjaan dan keluarganya. Ia menemukan kegembiraan dalam hal-hal sederhana: makan siang bersama ayahnya, menyaksikan ibu pulih dengan cepat, dan menyelesaikan proyek-proyek yang menantang.
Suatu malam, saat Rio sedang mengobrol dengan Luna di sebuah kafe, mereka membicarakan tentang sebuah acara desainer di kota. Luna, dengan semangatnya yang selalu membara, mendorong Rio untuk datang. "Kamu harus datang, Rio. Ini kesempatan bagus untuk bertemu orang-orang yang punya gairah yang sama denganmu. Bukan orang-orang yang cuma mau minta bantuan."
Rio ragu. Ia masih teringat insiden dengan Kevin di galeri seni, bagaimana ia merasa menjadi alat untuk orang lain. Namun, ia melihat ketulusan di mata Luna. Ia tahu Luna tidak memintanya untuk sebuah agenda tersembunyi. Luna hanya ingin melihat Rio berkembang. Akhirnya, Rio mengangguk.
"Aku akan datang," jawabnya. "Tapi janji, kalau ada yang minta bantuan aneh-aneh, kamu harus tarik aku pergi."
Luna tertawa. "Deal. Tapi aku yakin kamu tidak akan membutuhkannya."
Di acara itu, Rio merasa sedikit canggung. Ia melihat para desainer dan seniman berbincang dengan antusias, bertukar kartu nama, dan memamerkan karya mereka. Ia merasa seperti orang asing. Tetapi Luna tetap di sisinya, memperkenalkan Rio kepada beberapa temannya. Luna tidak memuji Rio berlebihan, atau memaksanya untuk memamerkan portofolionya. Ia hanya berkata, "Ini Rio, desainer yang aku ceritakan. Dia punya ide-ide yang brilian."
Rio, yang biasanya akan merasa tidak nyaman, kini merasa dihargai. Ia tidak harus memaksakan dirinya untuk berinteraksi. Orang-orang tertarik padanya karena ia memiliki bakat dan gairah, bukan karena ia bisa dimanfaatkan. Ia berbincang dengan seorang desainer grafis yang bekerja untuk sebuah majalah ternama, dan ia menemukan bahwa mereka memiliki minat yang sama. Mereka membicarakan tentang teknik desain, tren visual, dan tantangan industri, bukan tentang uang atau masalah pribadi.
Rio menyadari, ia tidak harus selalu menjadi yang memberi. Ia juga bisa menjadi yang menerima. Ia menerima inspirasi, ide, dan dukungan. Ia menemukan bahwa persahabatan yang tulus tidak terasa seperti beban, melainkan seperti sebuah kolaborasi.
Ia tidak lagi mencari pengakuan dari orang lain. Ia menemukan bahwa ia tidak perlu berkorban untuk menjadi bagian dari sebuah lingkaran. Ia hanya perlu menjadi dirinya sendiri, dan orang-orang yang tepat akan datang kepadanya.
Malam itu, Rio pulang dengan perasaan yang sangat berbeda. Ia tidak lagi merasa lelah atau hampa. Ia merasa bersemangat, dipenuhi oleh ide-ide baru dan harapan. Ia tahu, perjalanannya masih panjang, dan ia akan menghadapi lebih banyak tantangan. Tetapi ia tidak lagi takut. Karena kini, ia memiliki kompas yang baru, dan ia siap menghadapi badai apa pun, karena ia tahu, ia tidak akan sendirian.
